EKONOMI PUBLIK II
Pelayanan Transportasi
di Indonenesia
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Suatu
negara dapat diukur tingkat kemajuan atau kesejahteraannya dengan beberapa
faktor. Salah satu ukuran yang sangat mudah dalam melihat suatu Negara itu maju
atau sejahtera adalah dengan melihat kepada sistem transportasi publik di
Negara tersebut. Ketertiban, kemudahan dan kenyamanan serta ketepatan waktu
dalam penyelenggaraan suatu sistem transportasi publik di suatu Negara, akan
menggambarkan secara tidak langsung maju atau sejahteranya suatu bangsa.
Seberapa baik sistem angkutan umum disuatu Negara adalah merupakan cerminan
atau berupa suatu refleksi dari seberapa baik Pemerintah suatu Negara
mengelola negaranya.
Negara
yang maju dan makmur tentu senantiasa memperhatikan kepentingan orang banyak
sehingga transportasi publik dapat tertata, tertib, bersih dan nyaman. Dari
deskripsi tersebut maka pemerintahan yang baik dan maju adalah pemerintahan
yang diisi oleh pejabat-pejabat yang mementingkan kebutuhan umum daripada
kepentingan pribadinya. Lantas mengapa dari sistem transportasi publik suatu
negara dapat dikatakan maju dan makmur hal tersebut berkaitan dengan
kesungguhan pemerintah dalam pengelolaan transportasi itu sendiri, selain itu
juga pada penggunaannya yang harus disiplin dalam tingkah laku dalam penggunaan
transportasi publik. Hal tersebut merupakan cerminan dari disiplin yang
diterapkan begitu tinggi, pengawasan yang baik, dan supremasi hukum yang
ditegakkan secara baik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dan manfaat transportasi.
2. Bagaimana
sejarah transportasi di Indonesia.
3. Seperti
apa kondisi transportasi di Indonesia.
4. Apa
masalah dan hambatan transportasi di Indonesia.
5. Seperti
apa kebijakan dan strategi pemerintah dalam pelayanan transportasi.
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi
transportasi di Indonesia saat ini. Baik dari segi pelayanan, hambatan, serta
kebijakan dan strategi yang dilakukan oleh pemerintah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Manfaat Transportasi
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat
ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang
digerakkan oleh manusia atau mesin.. Transportasi
sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara
merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain
karena memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan alat
transportasi tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya.
Manfaat terpenting dari transportasi itu sendiri
adalah untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Dalam
prakteknya, masyarakat sangat membutuhkan transportasi untuk melakukan
aktivitasnya masing-masing. Untuk memenuhi kebutuhan akan transportasi itu maka pemerintah mengadakan adanya transportasi
umum agar kebutuhan akan transportasi bisa terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Dalam hal ini transportasi merupakan kebuthan publik yang artinya
bahwa kebutuhan dan pelayanan akan transportasi harus bisa dirasakan oleh
seluruh masyarakat dan tugas Negara adalah memenuhi semua kebutuhan akan
transportasi tersebut melalui transportasi umum.
B.
Sejarah Transportasi di Indonesia
1. Transportasi
Air/Laut
Di
Indonesia, sebagai negara bahari, perahu dan kapal merupakan alat
transportasi dan komunikasi penting sejak awal peradaban Nusantara. Tak heran,
alat transportasi yang paling banyak ragamnya di Indonesia adalah perahu dan
kapal.
Setiap
daerah berpantai di Indonesia memiliki jenis perahu tradisional dengan bentuk
dan ornamen khas. Misalnya, Pinisi dari Makasar, Sope dari Jakarta, Alut Pasa
dari Kalimantan Timur, Lancang Kuning dari Riau, Gelati dari Perairan Bali, dan
Kora-kora dari Maluku. Di beberapa daerah di Indonesia, misalnya Kalimantan, jalur
penghubung utama antarwilayah adalah sungai. Transportasi utama yang banyak
digunakan adalah perahu. Mulai dari perahu kecil yang disebut kelotok atau
ketingting yang bisa memuat 10 penumpang, hingga bus air berupa perahu panjang
(long boat) yang bisa mengangkut puluhan penumpang.
2.
Transportasi Darat
Di
Pulau Jawa, yang menjadi pusat perkembangan peradaban Nusantara sejak abad
ke-4, jalur perhubungan yang berkembang adalah jalur darat. Kuda banyak dipakai
untuk bepergian karena kekuatan dan kecepatannya. Alat transportasi yang
berkembang pun menggunakan jasa kuda, misalnya, kereta kuda yang kemudian
berkembang menjadi andong atau delman. Sedangkan untuk mengangkut barang,
selain menggunakan jasa kuda, juga ada pedati yang ditarik sapi atau kerbau.
Awal
masuknya transportasi darat modern di Indonesia dimulai pada masa pendudukan
Belanda, di pusat pemerintahannya saat itu yang berada di Batavia atau Jakarta.
Pemerintah Belanda membangun jalur kereta api dengan rute Batavia-Buitenzorg
(Bogor), tahun 1873. Sedangkan alat transportasi yang digunakan di dalam kota adalah
trem yang digerakkan oleh mesin uap. Trem merupakan angkutan massal pertama
yang ada di Jakarta. Pada 1910, Jakarta sudah mempunyai jaringan trem.
Tahun
1960-an, Presiden Sukarno memerintahkan penghapusan trem karena dianggap tidak
cocok lagi untuk kota sebesar Jakarta. Trem pun digantikan bus-bus besar. Untuk transportasi jarak dekat, ada oplet dan becak. Ada pula bemo
yang mulai dipakai sejak tahun 1962. Tahun 1970-an, muncul helicak dan bajaj.
Meski sudah dilarang beroperasi, kita masih bisa menemukan beberapa jenis alat
transportasi ini.
Saat
ini, alat transportasi darat yang biasa dimanfaatkan masyarakat adalah bus dan
kereta listrik. Pemerintah pun berusaha mengembangkan transportasi massal yang
modern dan murah seperti bus TransJakarta. Di masa depan, rencananya, akan ada
monorel yang lebih cepat dan canggih. Meski sarana transportasi sudah
semakin canggih, alat transportasi tradisional seperti andong atau delman masih
banyak kita temui. Misalnya, di Yogyakarta.
3.
Transpostasi Udara
Sejarah
transportasi udara di Indonesia terkait dengan sejarah kemerdekaan. Untuk
kemudahan transportasi, pada 1948, mantan presiden Soekarno membeli dua pesawat
tipe DC-3 dari Singapura. Pembelian pesawat tersebut didanai para pengusaha
asal Aceh. Wilayah Aceh kala itu merupakan bagian Indonesia yang belum
tersentuh Belanda.
Sebagai
bentuk penghargaan kepada Aceh, dua pesawat tersebut dinamai RI-001 Seulawah
Agam dan RI-002 Seulawah Inong. Pesawat tersebut melakukan penerbangan pertama
pada 26 Januari 1949 dengan rute penerbangan Calcutta-Rangoon. Kedua pesawat
tersebut menjadi cikal bakal perusahaan penerbangan pertama tanah air yaitu
Garuda Indonesia.
Industri
penerbangan nasional dirintis tahun 1946 di Yogyakarta oleh tim Angkatan Udara
Republik Indonesia yang dipelopori Wiweko Soepono, Nurtanio Pringgoadisurjo,
dan J. Sumarsono. Salah satu hasil rancangannya adalah pesawat Si Kumbang yang
melakukan penerbangan pertama pada 1 Agustus 1954.
Pada
26 April 1976 industri pesawat terbang itu berkembang menjadi PT. Industri
Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) yang didirikan dengan DR. B.J. Habibie. Salah
satu hasil karya IPTN adalah prototipe pesawat turbo N-250 yang pertama kali
terbang selama 55 menit, pada 10 Agustus 1995. Namun industri pesawat terbang
ini harus berhenti karena kekurangan dana akibt krisis moneter pada 1997.
C.
Kondisi Transportasi di
Indonesia
1.
Transportasi Darat
a.
Bidang Lalu lintas dan Angkutan
Jalan
a.1 Prasarana
a) Jaringan Jalan
Total panjang jalan di Indonesia adalah 330.495 km yang terdiri
atas jalan nasional, jalan kabupaten, jalan kota dengan kondisi 23,6 % baik,
37,1 % sedang, 33,6% rusak ringan dan 15,8% rusak berat.
Berikut ini adalah tabel mengenai kondisi jalan di Indonesia:
Tabel Kondisi Jalan
Jenis Jalan
|
Panjang (km)
|
Baik
|
Sedang
|
Rusak Ringan
|
Rusak Berat
|
Jalan Nasional
|
26,866
|
64,3%
|
24,0%
|
6,9%
|
4,8%
|
Jalan Propinsi
|
37,164
|
34,1%
|
32,1%
|
16,9%
|
16,9%
|
Jalan Kabupaten
|
240,948
|
19.0%
|
34,0%
|
29,5%
|
18,5%
|
Jalan Kota
|
25,518
|
9,0%
|
67,0%
|
4,0%
|
0,0%
|
Total
|
330,495
|
23,6%
|
37,1%
|
23,6%
|
15,8%
|
b) Terminal
Jumlah terminal type A yang ada di Indonesia saat ini berjumlah
sebanyak 112 buah, sedangkan untuk type B dan C adalah sebanyak 270 buah
terminal.
c) Jembatan timbang
Jumlah jembatan timbang yang ada di Indonesia hingga tahun 2004
mencapai 127 buah.
a.2 Sarana
a) Jumlah Kendaraan bermotor yang ada di
Indonesia Hingga tahun 2005 adalah sebanyak 47.664.826 buah untuk mobil
penumpang berjumlah 7.484.175 buah,
mobil beban 4.573.664 buah, bus 2.413.711 dan sepeda motor sebanyak 33.193.076
buah.
Tabel Perkembangan Kendaraan
Bermotor
Jumlah Ranmor
|
TAHUN
|
||||
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
|
M. Penumpang
|
3.361.807
|
3.862.579
|
5.133.742
|
6.743.762
|
7.484.175
|
M. Jalan
|
1.759.747
|
2.015.347
|
3.058.218
|
4.260.889
|
4.573.864
|
M. Bus
|
687.570
|
731.990
|
1.270.029
|
2.013.378
|
2.413.711
|
Spd Motor
|
15.492.148
|
18.061.414
|
23.312.945
|
28.963.987
|
33.193.076
|
Jumlah
|
21.301.272
|
24.671.330
|
32.774.934
|
41.982.016
|
47.664.826
|
b)
Perkembangan jumlah bus AKAP di Indonesia
hingga akhir tahun mengalami penurunan disbanding tahun 2004 yaitu 19.363 buah
menjadi 19.253 buah pada tahun 2005.
c)
Jumlah angkutan pariwisata pada akhir tahun
2005 sebanyak 495 PO dengan jumlah bus sebanyak 7286 buah.
b.
Lalu Lintas
1) Hasil estimasi O/D perjalanan 2001 diketahui jumlah
perjalanan penumpang transportasi darat antara kabupaten/kota seluruh Indonesia
yang terjadi dalam 1 tahun diperkirakan sebanyak 3,8 milyar perjalanan. Dari
jumlah tersebut, perjalana dalam pulau
Jawa mendominasi sebesar 2,8 milyar perjalanan. Sedangkan untuk
perjalanan penumpang antar propinsi (di luar Perjalanan Internal propinsi)
adalah sebesar 1,2 milyar perjalanan/tahun.
2) Situasi dengan angkutan barang
juga hampir sama, yaitu perjalanan darat antara kabupaten/kota secara
keseluruhan sebesar 2,4 milyar ton/tahun yang didominasi oleh perjalanan di
dalam pulau jawa sebesar 1,8 milyar ton atau 75%. Sedangkan perjalanan barang
antar propinsi (di luar perjalanan internal propinsi) sebesar 637 juta
ton/tahun.
2.
Bidang angkutan, sungai, danau
dan penyeberangan
a.
Prasarana
1) Alur Pelayaran Sungai, Danau
Jumlah alur pelayaran sungai, danau yang ada di Indonesia sebanyak
214 buah dengan total panjang 34.342 km yang bisa dilayari navigasi 23.255 km
untuk sungai. Danau sebanyak 27 buah dengan luas total 3.737 km2.
2) Lintas penyeberangan
Jumlah lintas penyeberangan yang telah ditetapkan dengan KM
Menteri Perhubungan sampai dengan 2005 sebagaimana terakhir ditetapkan dalam KM
perhubungan No.38 tahun 2005 sebanyak 182 lintas.
3) Lintasan Komersil
Jumlah lintasan komersil sebanyak 36 lintas.
4) Lintas Perintis yang di subsidi
Lintas penyeberangan yang disubsidi tahun 2005 terdiri dari 65
lintas penyeberangan (57 lintas dalam propinsi dan 8 lintas antar propinsi).
5) Pelabuahan
Jumlah pelabuhan penyeberangan di Indonesia pada tahun 2005
sebanyak 128 buah.
b.
Sarana
1) Jumlah kapal SDP yang
beroperasi
Jumlah kapal SDP yang beroperasi pada tahun 2005 sebanyak 191
kapal terdiri dari kapal ro-ro 168 unit, kapal LCT 4 unit, kapal cepat penumpang
14 unit dan truk air sebnayk 99 unit.
2) Jumlah kapal berdasarkan
kepemilikan (tahun 2005)
PT.ASDP persero sebanyak 90 unit, kerjasama PT.ASDP dengan swasta
sebanyak 2 unit dan swasta sebanyak 99 unit.
c.
Lalu lintas
1) Produksi penumpang ASDP
Produksi ASDP selama tahun 2004 mengalami kenaikan jika dibanding
dengan tahun 2003. Untuk angkutan penumpang jumlah produksinya sebesar
39.053.054 orang dibanding tahun 2003 sebesar 37.649.113 orang.
2) Produksi angkutan kendaraan R-4
Produksi angkutan kendaraan R-4 tahun 2004 adalah sebesar
5.986.634
3) Produksi angkutan barang
Produksi angkutan barang tahun 2004 sebesar 18.245.704 ton.
3.
Transportasi Udara
Moda
transportasi udara mempunyai karakteristik kecepatan yang tinggi dan dapat
melakukan penetrasi sampai keseluruh wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh
moda transportasi lain. Perkembangan industri angkutan udara nasional,
Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah yang ada sebagai
suatu negara kepulauan. Oleh karena itu, Angkutan udara mempunyai peranan
penting dalam memperkokoh kehidupan berpolitik, pengembangan ekonomi, sosial
budaya dan keamanan & pertahanan. Merupakan bagian dari subsistem
transportasi udara, kebijakan umum angkutan udara diarahkan untuk mewujudkan
terselenggaranya angkutan udara secara selamat, aman, cepat, efisien, teratur,
nyaman, dan mampu berperan dalam rangka menunjang dan mendukung sektor-sektor
pembangunan lainnya.
Perkembangan Pengaturan Kegiatan Angkutan Udara Dalam Negeri
Perkembangan Pengaturan Kegiatan Angkutan Udara Dalam Negeri
Sampai dengan tahun 1990 kebijakan
investasi dibidang angkutan udara sifatnya tertutup dan memberikan peluang yang
terbatas terhadap para pengusaha. Kondisi ini dikarenakan pemerintah menerapkan
dalam pemberian ijin penerbangan untuk angkutan udara niaga selama kurun waktu
5 tahun. Sedangkan untuk melayani penerbangan domestik dan internasional
diperlukan waktu 16 tahun bagi perusahaan angkutan udara untuk dapat
beroperasi.
Pada saat itu
dibatasi hanya terdapat 6 perusahaan penerbangan yang memiliki peluang untuk
beroperasi, dimana daerah operasi, rute dan kapasitas diatur sangat ketat .
Serta ditetapkannya kebijakan tarif tunggal yang memberikan kelonggaran
terhadap perusahaan angkutan udara untuk menetapkan tarif lebih rendah 15%
sampai dengan 20%, kecuali PT. Garuda Indonesia. Sedangkan sejak era 1990
sampai dengan era 1999, dimana pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi,
perkembangan angkutan udara dalam negeri sangat terpuruk. Permintaan jasa
angkutan udara sangat menurun drastis.
Pemerintah berupaya merangsang usaha angkutan udara dan
memacu pertumbuhan penumpang. Diantaranya dengan menerbitkan Keputusan Menteri
Perhubungan No.127 Tahun 1990. Selanjutnya pada tahun 2001, Menteri Perhubungan
menerbitkan Keputusan Menteri No. 11 Tahun 2001 yang merubah secara
signifikan kebijakan nasional tentang industri angkutan udara. Dengan keputusan
tersebut pemerintah merubah jenjang tahapan pemberian ijin yang diterbitkan
untuk kegiatan angkutan udara niaga, yang meliputi daerah operasi, rute dan
pengaturan kapasitas yang semakin terbuka. Namun demikian, kebijakan tariff
tunggal tetap berlaku dengan mekanisme yang baru dimana mekanisme tersebut
terbagi kedalam dua kategori yaitu pesawat jenis jet dan non jet
dimana Pemerintah menetapkan tarif dasar dan asosiasi penerbangan (INACA)
menetapkan tarif jarak.
Pada tahun 1999, pemerintah menetapkan kebijakan dasar biaya
tariff dasar untuk penerbangan berjadwal, sedangkan INACA sebagai wakil dari
perusahaan angkutan udara menetapkan tarif jarak. Peristiwa tersebut secara
tidak langsung menjadi titik balik perkembangan industri angkutan udara
nasional. Pada saat itu banyak Sedangkan pada tahun 2001, tragedi peristiwa
pemboman WTC pada tanggal 9 Nopember 2001 cukup mempengaruhi perkembangan dunia
penerbangan serta kondisi di Indonesia. pesawat udara yang tidak
dioperasikan oleh perusahaan Amerika dan Eropa karena kondisi yang sulit.
Melihat kondisi yang ada, pemerintah mulai merelaksasi kebijakan dalam proses
pengadaan (import) armada yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan nasional
Pada
tahun 2002 terjadi perubahan kebijakan pertarifan yaitu pemerintah hanya
menetapkan tarif dasar dan tarif jarak sehingga wewenang asosiasi penerbangan
dalam hal ini INACA dicabut.
4.
Transportasi Laut
a. Kebutuhan kapal
Dominasi pelayaran asing terlihat dari muatan kapal
asing yang mengangkut muatan luar negeri (ekspor/impor), yakni menguasai muatan
sebanyak 92,5 persen (322,5 juta M/T). Adapun muatan dalam negeri, kapal asing
menguasai 50 persen dari seluruh angkutan total barang (89,8 juta M/T). Hal ini
berarti perusahaan pelayaran nasional kebanyakan hanya menjadi agen dari
kapal-kapal pelayaran asing. Dampaknya adalah bangsa Indonesia tidak memiliki
otoritas untuk menekan sumber inefisiensi dalam transportasi laut.
Dalam salah satu hasil riset, yang dipublikasikan
Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai (Iperindo) pada
September 2003, terungkap untuk mengoptimalkan peran armada nasional dalam
memanfaatkan potensi muatan laut domestik diperlukan penambahan 50-60 unit
kapal baru per tahun. Sementara riset Asosiasi Pelayaran Niaga Indonesia
(INSA), yang dipublikasikan Oktober 2003, memperkirakan pada 2020 RI
membutuhkan armada kapal dengan total volume 45 juta ton bobot mati (DWT) untuk
melayani sekitar 370 juta ton muatan laut domestik dan 550 juta ton muatan laut
internasional. Sedangkan pada 2010, menurut INSA, dibutuhkan 20 juta DWT armada
kapal untuk mengangkut muatan laut domestik 250 juta ton dan 450 juta ton
muatan laut internasional.
Pada saat itu total muatan angkutan laut tercatat
552,6 juta ton, yang terdiri atas 149,9 juta ton muatan internasional dan 412,7
juta muatan domestik.
Ironisnya, armada nasional hanya mampu meraih 22,48 juta ton atau 5,45% dari total potensi muatan internasional, sementara kapal asing menguasai 390,25 juta ton atau 94,55%. Untuk potensi muatan domestik, armada nasional hanya meraih 89,9 juta ton atau 59,99%, sedangkan armada asing menggasak 59 juta ton atau 40,01%. Sementara menurut INSA, pada 2001 anggotanya tercatat 935 perusahaan dengan total armada 3.092 unit kapal atau 4,22 juta DWT. Saat itu tercatat 121 unit kapal samudera atau 1,078 juta DWT, sehingga hanya mampu melayani 22,5 juta ton muatan laut internasional atau sekitar 5,5% dari total muatan angkutan luar negeri. Selama tiga tahun terakhir kemampuan armada nasional dalam mengambil potensi muatan domestik belum beranjak dari 60%, sedangkan muatan internasional paling tinggi 6%.
Ironisnya, armada nasional hanya mampu meraih 22,48 juta ton atau 5,45% dari total potensi muatan internasional, sementara kapal asing menguasai 390,25 juta ton atau 94,55%. Untuk potensi muatan domestik, armada nasional hanya meraih 89,9 juta ton atau 59,99%, sedangkan armada asing menggasak 59 juta ton atau 40,01%. Sementara menurut INSA, pada 2001 anggotanya tercatat 935 perusahaan dengan total armada 3.092 unit kapal atau 4,22 juta DWT. Saat itu tercatat 121 unit kapal samudera atau 1,078 juta DWT, sehingga hanya mampu melayani 22,5 juta ton muatan laut internasional atau sekitar 5,5% dari total muatan angkutan luar negeri. Selama tiga tahun terakhir kemampuan armada nasional dalam mengambil potensi muatan domestik belum beranjak dari 60%, sedangkan muatan internasional paling tinggi 6%.
b. Pengelolaan Pelabuhan
Rendahnya kualitas pelayanan di
pelabuhan tidak terlepas dari kesalahan sistem pengelolaan kepelabuhanan yang
sentralistik, monopolistik dan tidak efisien. Peran pemerintah yang seharusnya
sebagai regulator, dalam kenyataannya masih diwarnai oleh kepentingan satu
badan usaha (PT Pelindo). Pencampuradukan fungsi ini telah menyebabkan
tersendatnya perkembangan kepelabuhanan, dan menghambat usaha untuk menciptakan
iklim persaingan usaha yang sehat.
Oleh karena itu, deregulasi
kepelabuhanan yang akomodatif dan mengarah kepada restrukturisasi tatanan
kepelabuhanan seharusnya menjadi bahan pertimbangan utama untuk memperbaiki
pengelolaan kepelabuhanan di Indonesia. Deregulasi dan restrukturisasi tatanan
kepelabuhanan harus diarahkan untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang
sehat dalam kepengusahaan ekonomi di pelabuhan sehingga dapat menarik minat investor,
baik asing maupun domestik, untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Iklim
persaingan usaha yang sehat akan mampu mewujudkan layanan kepelabuhanan yang
modern dan berdaya saing global. Masuknya investasi akan menyebabkan terjadinya
modernisasi fasilitas pelabuhan dan peningkatan kualitas kinerja pelayanan
kepelabuhanan serta memberikan efek berantai (multiplier effect) pada sektor
lain, sehingga harapan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi akan
dapat dicapai.
Contoh kasus Pelabuhan Tanjung Priok
sebagai pelabuhan yang menangani sekitar 60% barang ekspor-impor Indonesia atau
dengan transaksi Rp70 miliar hingga Rp80 miliar per hari kini dituntut kian
efisien. Asumsi angka itu diperoleh dengan angka bea masuk per barang dipukul
rata berkisar 15% hingga 20%, sedangkan target per tahun pencapaian bea masuk
melalui Priok Rp5 triliun hingga Rp6 triliun per tahun. Kinerja dan pelayanan
bongkar muat di Priok dipaksa berpacu dengan pasar yang semakin hari samakin
mengkrucut, karena di saat era AFTA 2003 arus barang cenderung menurun. Atau
sejak 2000 hingga kini menunjukkan penurunan ekspor-impor 6%-8% setiap
tahunnya.
D.
Masalah dan Hambatan
Transportasi di Indonesia
1.
Fasilitas yang kurang memadai
Seperti
data yang sudah dipaparkan pada sub bab diatas, terlihat bahwa
fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh Negara untuk transportasi dirasa masih
kurang jika melihat banykanya masyarakat yang memanfaatkan transporatsi dalam
aktifitas mereka sehari-hari.
2.
Faktor Keamanan
Masalah
transportasi di Indonesia tidak pernah lepas dari masalah keamanan. Akhir-akhir
ini kita sering mendengar dari media informasi banyaknya kejahatan yang terjadi
pada sarana-sarana transportasi seperti perampokan, pelecehan seksual dll. Hal
ini akan berakibat kepercayaan masyarakat menggunakan moda transportasi umum
akan menurun dengan adanya factor keamanan yang kurang menjamin.
3.
Tarif yang kurang terjangkau
masyarakat bawah
Mahalnya
tarif transportasi di indonesia
menyebabkan masyarakat harus berpikir dua kali untuk mengunakan moda transportasi
tersebut. Jadi tak heran banyak dari masyarakat yang lebih memilih menggunakan
kendaraan pribadinya untuk beraktifitas dibanding menggunakan transportasi
umum. Jika terjadi seperti ini maka akan terjadi penumpukan kendaraan dijalan
karena tidak sebandingnya kendaraan yang ada dengan jumlah fasilitas yang
disediakan.
4.
Sarana dan Prasarana yang
kurang baik
Buruk
dan minimnya sarana-prasarana yang ada di dunia transportasi sudah menjadi
rahasia umum. Hal inilah yang menjadi penyebab banyak terjadinya kecelakaan baik
itu di darat, laut, maupun udara. Di darat misalnya banyak fasilitas jalan raya
yang kondisinya sudah rusak sehingga bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
di laut, banyak terjadi kebocoran-kebocoran pada kapal yang menyebabkan
hilangnya keseimbangan dari kapal tersebut. Ataupun di udara banyak terjadi
pesawat-pesawat terbang yang hilang kendali karena buruknya fasilitas yang
kurang memadai dari pesawat tersebut.
5.
Kurangnya pengawasan Pemerintah
Terbatasnya
pengawasan pemerintah terhadap moda transportasi yang beredar, menyebabkan
banyak pemilik dari moda transportasi tersebut se enak mereka sendiri dalam
mengoperasikan moda transportasi tersebut . padahal banyak dijumpai di sekitar
kita banyak angkutan-angkutan umum yang seharusnya sudah tidak layak jalan
tetapi karena kebutuhan ekonomi yang mendesak mereka tetap mengoperasikan angkutan
tersebut. imbasnya kembali lagi kepada keselamatan masyarakat yang terancam.
Disinilah peran pemerintah untuk memberi perhatian lebih terhadap moda
transportasi, untuk menyeleksi angkutan-angkutan mana saja yang memenuhi
prosedur layak jalan agar nantinya masyarakat yang menggunakan transportasi
tersebut bisa merasa aman dan nyaman.
E.
Kebijakan dan Strategi
Pelayanan pemerintah
dalam pelayanan transportasi
1.
Kebijakan dan Strategi
Pelayanan pemerintah dalam transportasi darat
a. Mendorong penggunaan angkutan massal
untuk mengantikan kendaraan pribadi sebagai pelaksana pembatasan pribadi.
b. Mendorong penyusunan standar
kompetensi untuk SDM transportasi darat.
c. Mendorong pengunaan teknologi
dalam pengembangan transportasi darat di wilayah rawan bencana.
d. Mendorong daerah untuk menyusun
perencanaan transportasi darat yang sinergis dengan rencana transportasi
nasional sehingga mampu mengatasi
permasalahan transportasi di daerahnya.
e. Mendorong dan memfasilitasi
perubahan tata niaga transportasi darat menuju system tender trayek.
f. Menyusun regulasi yang
memberikan kepastian dan ketetapan hukum tata niaga transportai.
2.
Kebijakan Operasional
Transportasi Darat
a. Lalu Lintas Angkutan Jalan
1) Peningkatan kondisi sarana dan
prasarana transportasi jalan.
2) Peningkatan keselamatan dan
kelancaran transportasi jalan.
3) Peningkatan kinerja peraturan
dan kelembagaan pembinaa teknis.
4) Peningkatan profesionalitas SDM
5) Penetapan lintas strategis
untuk mengakomodasi kelancaran mobilitas angkutan barang dan jasa di jalan
nasional
b. Lalu Lintas Angkutan sungai,
danau dan penyeberangan (SDP)
1) Peningkatan keamanan dan
keselamatan pelayaran transportasi SDP.
2) Pemenuhan kebutuhan prasarana
dan sarana transportasi SDP yang menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia.
3) Meningkatakan daya saing
pelayanan transportasi SDP sehingga mampu berkompetisi dengan moda lainya.
4) Pertumbuhan pembangunan
transportasi darat yang merata dan berkelanjutan.
5) Peningktan perkembangan tata
niaga dan industri transportasi SDP yang transparan dan akuntabel.
3.
Kebijakan dan Strategi
Pelayanan pemerintah dalam transportasi Udara
a. Kebijakan Angkutan Udara Dalam Negeri :
1)
Rute penerbangan dalam negeri dapat menghubungkan dan
menjangkau seluruh wilayah Republik Indonesia yang terdiri dari rute utama,
rute pengumpan dan rute perintis.
2)
Memperhatikan aspek pemerataan pelayanan di seluruh wilayah,
dengan menerapkan prinsip subsidi silang (keseimbangan rute) yaitu perusahaan
penerbangan selain menerbangi rute sangat padat dan padat juga menerbangi rute
kurang padat dan tidak padat.
3)
Menerapkan Multi Airlines System dimana satu rute
penerbangan dilayani lebih dari satu perusahaan penerbangan untuk menciptakan
iklim usaha yang berkompetisi secara sehat dan kondusif.
4)
Memperhatikan keterpaduan antar rute penerbangan dalam
negeri atau rute penerbangan dalam negeri dengan rute penerbangan luar negeri.
5)
Mendukung iklim usaha terhadap Pemegang Ijin usaha
kegiatan angkutan udara niaga dan bukan niaga, pada situasi tertentu, untuk
dapat melayani rute – rute tertentu yang tidak dilayani oleh angkutan udara
niaga berjadwal guna mendukung iklim usaha yang kondusif dan kegiatan penduduk
setempat.
b. Kebijakan
Persetujuan Terbang (Flight Approval) :
1. Persetujuan Terbang (flight
approval) merupakan persetujuan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara kepada pemegang izin usaha angkutan udara niaga atau pemegang
izin kegiatan angkutan udara bukan niaga atau badan hukum/ perorangan asing
berdasarkan izin khusus dari pemerintah atau perjanjian bilateral/ multilatera
dalam rangka pengawasan kapasitas angkutan udara dan hak angkut (traffic rights).
2. Sesuai dengan semangat otonomi
daerah tentang pelimpahan wewenang kepada daerah, dimungkinkan persetujuan
terbang (flight approval) diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Propinsi untuk
pesawat di atas 30 tempat duduk, penerbangan dalam propinsi dan bersifat tidak
berjadwal
3. Persetujuan Terbang (flight
approval) yang telah diberikan tidak membebaskan pemegang persetujuan terbang
(flight approval) dari pelaksanaan setiap peraturan teknis operasi, keamanan
dan keselamatan penerbangan.
c. Kebijakan Pengadaan Pesawat Terbang dan Halikopter :
Perusahaan
angkutan udara yang telah memiliki izin usaha angkutan udara niaga baik
berjadwal atau tidak berjadwal dan Instansi pemerintah, Badan Hukum Indonesia,
Lembaga-lembaga tertentu atau perorangan WNI yang telah mendapatkan izin
kegiatan angkutan bukan niaga dapat mengajukan kepada Direktur Jenderal
Perhubungan Udara permohonan pengadaan pesawat terbang dan helikopter.
Pertimbangan pemberian izin pengadaan pesawat terbang dan helikopter apabila
telah dipenuhinya persyaratkan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri
Perhubungan nomor KM 82 tahun 2004 dan Keputusan Menteri
Perhubungan nomor KM 5 tahun 2006. Disamping pertimbangan sesuai rencana
operasi dan ekonomis, pengadaan pesawat yang akan dioperasikan di Indonesia
memperhatikan pemenuhan standar kelaikan dan keselamatan penerbangan.
d. Kebijakan Keperintisan :
Angkutan
udara perintis adalah angkutan udara niaga yang melayani jaringan dan rute
penerbangan perintis secara berjadwal. Rute dapat dikatakan sebagai rute
perintis apabila memenuhi kriteria :
1. Menghubungkan daerah terpencil,
dimana daerah tersebut tidak ada moda transportasi lain, dan/ atau kapasitas
kurang memadai.
2. Mendorong pertumbuhan dan
pengembangan wilayah terpencil, dimana daerah tersebut berpotensi untuk dikembangkan,
menunjang program pengembangan dan pembangunan daerah, serta mendorong
perkembangan sektor lainnya.
3. Mewujudkan stabilitas pertahanan,
dimana daerah tersebut berdekatan dengan wilayah perbatasan negara lain.
4.
Kebijakan dan Strategi
Pelayanan Pemerintah dalam Transportasi Laut
Sesuai
dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: UK.11/15/15/ DJPL-06
tentang Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan Transportasi laut 2005 –
2024, penyelenggaraan transportasi laut berpedoman pada kebijakan-kebijakan
berikut:
a. Meningkatnya Pelayanan Transportasi
Laut Nasional;
b. Meningkatnya Keselamatan dan
Keamanan dalam Penyelenggaraan Transportasi
Laut Nasional;
c.
Meningkatnya Pembinaan Pengusahaan Transportasi Laut;
d. Meningkatnya
Kualitas Sumber Daya Manusia serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Bidang
Transportasi Laut;
e.
Meningkatnya Pemeliharaan dan Kualitas Lingkungan Hidup serta
Penghematan Energi di Bidang Transportasi Laut;
f.
Meningkatnya Penyediaan Dana Pembangunan Transportasi Laut;
g.
Meningkatnya Kualitas Administrasi Negara pada Sub Sektor
Transportasi Laut.
Untuk
mengimplementasikan kebijakan penyelenggaraan transportasi laut tersebut, maka
Pemerintah menetapkan berbagai strategi nasional sebagai berikut.
1)
Strategi Nasional Bidang Angkutan
Laut
1.
Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut Nasional, melalui:
a. Peningkatan
Kualitas Pelayanan
b. Peningkatan
Peranan Transportasi Laut terhadap Pengembangan dan Peningkatan Daya Saing Sektor Lain.
c. Peningkatan
dan Pengembangan Sektor Transportasi sebagai Urat Nadi Penyelenggaraan
Sistem Logistik Nasional
d.
Penyeimbangan Peranan BUMN, BUMD, Swasta dan Koperasi
e.
Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang Ada
f.
Pengembangan Kapasitas Transportasi Laut
g.
Peningkatan Pelayanan pada Daerah Tertinggal
h.
Peningkatan Pelayanan untuk Kelompok Masyarakat Tertentu
i.
Peningkatan Pelayanan pada Keadaan Darurat
2. Meningkatnya Pembinaan Pengusahaan
Transportasi Laut, melalui:
a. Peningkatan Efisiensi dan Daya
saing
b. Penyederhanaan Perijinan dan
Deregulasi
c. Peningkatan Standarisasi
Pelayanan dan Teknologi
d. Peningkatan Penerimaan dan
Pengurangan Subsidi
e. Peningkatan Aksesibilitas
Perusahaan Nasional Transportasi ke Luar Negeri
f. Peningkatan Produktivitas
dan Efisiensi Perusahaan Jasa TransportasiLaut.
g. Pembinaan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
3. Meningkatnya Penghematan Penggunaan Energi di
Bidang Transportasi Laut, melalui:
a.
Mengkoordinasikan kebijakan program sektor energi
dengan sector transportasi laut.
b.
Mengembangkan secara terus menerus sarana transportasi laut
yang lebih hemat bahan bakar.
2)
Strategi Nasional Bidang
Kepelabuhanan
1.
Meningkatnya Pelayanan Kepelabuhanan Nasional, melalui:
a. Peningkatan Kualitas Pelayanan
b. Penyeimbangan Peranan BUMN, BUMD,
Swasta dan Koperasi
c. Perawatan Prasarana Transportasi
Laut
d. Optimalisasi Penggunaan Fasilitas
yang ada
e. Keterpaduan Antarmoda
f. Pengembangan Kapasitas
Pelabuhan
g. Peningkatan Pelayanan pada Daerah
Tertinggal
h. Peningkatan Pelayanan untuk
Kelompok Masyarakat Tertentu
i. Peningkatan Pelayanan pada
Keadaan Darurat
2. Meningkatnya Pembinaan Pengusahaan Pelabuhan, melalui:
a. Peningkatan Efisiensi dan Daya
Saing
b. Penyederhanaan Perijinan dan
Deregulasi
c. Peningkatan Standarisasi
Pelayanan dan Teknologi
d. Pembinaan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)
3)
Strategi Nasional Bidang Keselamatan
Pelayaran
1. Meningkatnya
Pelayanan Keselamatan Pelayaran, melalui:
a.
Perawatan Sarana dan Prasarana Keselamatan Pelayaran
b.
Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang ada
c.
Pengembangan Kapasitas
2. Meningkatnya
Keselamatan dan Keamanan Transportasi Laut, melalui:
a.
Peningkatan Keselamatan Transportasi Laut
b.
Peningkatan Keamanan Transportasi Laut
3. Meningkatnya Pemeliharaan dan Kualitas
Lingkungan Hidup serta Penghematan Penggunaan Energi di Bidang Transportasi
Laut, melalui:
a. Peningkatan Proteksi Kualitas
Lingkungan
b. Peningkatan Kesadaran Terhadap
Ancaman Tumpahan Minyak
4) Strategi Nasional Bidang Kelembagaan dan
Sumber Daya Manusia
1. Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut
Nasional, melalui:
a. Peningkatan
Keterpaduan Pengembangan Transportasi Laut melalui Tatranas, Tatrawil dan
Tatralok.
b. Memperjelas
dan mengharmonisasikan peran masing-masing instansi pemerintah baik di pusat
maupun di daerah yang terlibat bidang pengaturan, administrasi dan penegakan hukum,
berdasarkan azas dekonsentrasi dan desentralisasi.
c. Menentukan
bentuk koordinasi dan konsultasi termasuk mekanisme hubungan kerja antar
instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah antara penyelenggara dan
pemakai jasa transportasi laut.
d. Meningkatkan
keterpaduan perencanaan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota dalam berbagai aspek.
2. Meningkatnya Kualitas Sumber Daya Manusia,
serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Bidang Transportasi Laut, melalui:
a. Pengembangan
Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Laut
b. Peningkatan
Kepedulian Masyarakat Terhadap Peraturan Perundangan Transportasi Laut.
3. Meningkatnya
Penyediaan Dana Pembangunan Transportasi Laut, melalui:
a.
Peningkatan Penerimaan dari Pemakai Jasa Transportasi Laut
b.
Peningkatan Anggaran Pembangunan Nasional dan Daerah
c.
Peningkatan Partisipasi Swasta dan Koperasi
d.
Pemanfaatan Hibah/Bantuan Luar Negeri untuk Program-ProgramTertentu
4. Meningkatnya Kualitas Administrasi Negara di Sektor Transportasi
Laut,melalui:
a.
Penerapan Manajemen Modern
b.
Pengembangan Data dan Perencanaan Transportasi
c.
Peningkatan Struktur Organisasi
d. Peningkatan
Sumber Daya Manusia
e.
Peningkatan Sistem Pemotivasian
f. Peningkatan
Sistem Pengawasan
BAB III
KESIMPULAN
Kemajuan suatu Negara dapat dilihat dari
transportasi yang ada di Negara tersebut baik itu dari saran dan prasarananya
ataupun pengelola dan pihak-pihak yang terkait. Awal mula transportasi dikenal
oleh masyarakat Indonesia itu yang pertama adalah transportasi angkutan air.
Karena Indonesia adalah Negara bahari maka perahu dan kapal adalah sarana yang
paling penting sejak awal peradaban nusantara. Kemudian berkembang lagi yaitu adanya
transportasi darat yang berkembang di pulau jawa sejak abad ke-4 diamana pulau
jawa sebagi pusat perdaban awal nusantara. Setelah itu berkembang lagi adanya
transportasi udara yang ketika itu populer karena mantan presiden soekarno yang
membeli dua tipe pesawat dari singapura.
Pada dasarnya transportasi itu memiliki
penegertian yaitu pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat
lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang
digerakkan oleh manusia atau mesin.
Dimana manfaatnya sendiri yaitu untuk mempermudah aktifitas manusia dalam kegiatan
sehari-harinya.
Pada era saat ini kemajuan transportasi
sangatlah pesat seiring dengan kemajuan-kemajuan teknologi yang dapat
digunakan dalam transportasi tersebut.
akan tetapi kemajuan transportasi hanya berlaku pada sebagian moda transportasi
saja. Masih banyak moda transportasi yang masih jauh dari kata layak untuk
beroperasi sebagi moda transportasi umum. Hal inilah yang menjadi salah satu
penyebab masalah dalam transportasi. Selain masalah itu ada diantaranya yaitu
fasilitas yang kurang memadai, kuragnya factor keamanan, tarif yang terjangkau.
Sarana dan prasaran yang kurang baik dan yang terpenting disini adalah
kurangnya pengawasan pemerintah. Untuk meminimalisir dari kurangnya pengawasan
tersebut, pemerintah dari masing-masing ditjen baik itu ditjen perhubungan
darat, laut, maupun ditjen perhubungan udara sudah merancang
kebijakan-kebijakan dan strategi yang nantinya dapat digunakan agar
transportasi di inidonesia bisa lebih baik lagi seperti yang diharapkan oleh
kebnanyakan masyarakat.
Daftar Pustaka
dishubllaj.jatimprov.info/index.php?option=com_content
hubdat.web.id/...pelayanan...transportasi-darat...transportasi.../downl.
hubdat.web.id/spesial-konten/dokumen-publikasi/5.../download