Kamis, 20 Desember 2012


EKONOMI PUBLIK II
 Pelayanan Transportasi di Indonenesia
                                                               
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Suatu negara dapat diukur tingkat kemajuan atau kesejahteraannya dengan beberapa faktor. Salah satu ukuran yang sangat mudah dalam melihat suatu Negara itu maju atau sejahtera adalah dengan melihat kepada sistem transportasi publik di Negara tersebut. Ketertiban, kemudahan dan kenyamanan serta ketepatan waktu dalam penyelenggaraan suatu sistem transportasi publik di suatu Negara, akan menggambarkan secara tidak langsung maju atau sejahteranya suatu bangsa. Seberapa baik sistem angkutan umum disuatu Negara adalah merupakan cerminan atau berupa suatu refleksi dari seberapa baik Pemerintah suatu Negara mengelola  negaranya.
Negara yang maju dan makmur tentu senantiasa memperhatikan kepentingan orang banyak sehingga transportasi publik dapat tertata, tertib, bersih dan nyaman. Dari deskripsi tersebut maka pemerintahan yang baik dan maju adalah pemerintahan yang diisi oleh pejabat-pejabat yang mementingkan kebutuhan umum daripada kepentingan pribadinya. Lantas mengapa dari sistem transportasi publik suatu negara dapat dikatakan maju dan makmur hal tersebut berkaitan dengan kesungguhan pemerintah dalam pengelolaan transportasi itu sendiri, selain itu juga pada penggunaannya yang harus disiplin dalam tingkah laku dalam penggunaan transportasi publik. Hal tersebut merupakan cerminan dari disiplin yang diterapkan begitu tinggi, pengawasan yang baik, dan supremasi hukum yang ditegakkan secara baik.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dan manfaat transportasi.
2.    Bagaimana sejarah transportasi di Indonesia.
3.    Seperti apa kondisi transportasi di Indonesia.
4.    Apa masalah dan hambatan transportasi di Indonesia.
5.    Seperti apa kebijakan dan strategi pemerintah dalam pelayanan transportasi.

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi transportasi di Indonesia saat ini. Baik dari segi pelayanan, hambatan, serta kebijakan dan strategi yang dilakukan oleh pemerintah.
 BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian dan Manfaat Transportasi
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.. Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya.
Manfaat terpenting dari transportasi itu sendiri adalah untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam prakteknya, masyarakat sangat membutuhkan transportasi untuk melakukan aktivitasnya masing-masing. Untuk memenuhi kebutuhan akan transportasi itu  maka pemerintah mengadakan adanya transportasi umum agar kebutuhan akan transportasi bisa terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal ini transportasi merupakan kebuthan publik yang artinya bahwa kebutuhan dan pelayanan akan transportasi harus bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat dan tugas Negara adalah memenuhi semua kebutuhan akan transportasi tersebut melalui transportasi umum.

B.       Sejarah Transportasi di Indonesia
1.    Transportasi Air/Laut
Di Indonesia, sebagai negara bahari, perahu dan kapal merupakan alat transportasi dan komunikasi penting sejak awal peradaban Nusantara. Tak heran, alat transportasi yang paling banyak ragamnya di Indonesia adalah perahu dan kapal.
Setiap daerah berpantai di Indonesia memiliki jenis perahu tradisional dengan bentuk dan ornamen khas. Misalnya, Pinisi dari Makasar, Sope dari Jakarta, Alut Pasa dari Kalimantan Timur, Lancang Kuning dari Riau, Gelati dari Perairan Bali, dan Kora-kora dari Maluku. Di beberapa daerah di Indonesia, misalnya Kalimantan, jalur penghubung utama antarwilayah adalah sungai. Transportasi utama yang banyak digunakan adalah perahu. Mulai dari perahu kecil yang disebut kelotok atau ketingting yang bisa memuat 10 penumpang, hingga bus air berupa perahu panjang (long boat) yang bisa mengangkut puluhan penumpang.

2.      Transportasi Darat
Di Pulau Jawa, yang menjadi pusat perkembangan peradaban Nusantara sejak abad ke-4, jalur perhubungan yang berkembang adalah jalur darat. Kuda banyak dipakai untuk bepergian karena kekuatan dan kecepatannya. Alat transportasi yang berkembang pun menggunakan jasa kuda, misalnya, kereta kuda yang kemudian berkembang menjadi andong atau delman. Sedangkan untuk mengangkut barang, selain menggunakan jasa kuda, juga ada pedati yang ditarik sapi atau kerbau.
Awal masuknya transportasi darat modern di Indonesia dimulai pada masa pendudukan Belanda, di pusat pemerintahannya saat itu yang berada di Batavia atau Jakarta. Pemerintah Belanda membangun jalur kereta api dengan rute Batavia-Buitenzorg (Bogor), tahun 1873. Sedangkan alat transportasi yang digunakan di dalam kota adalah trem yang digerakkan oleh mesin uap. Trem merupakan angkutan massal pertama yang ada di Jakarta. Pada 1910, Jakarta sudah mempunyai jaringan trem.
Tahun 1960-an, Presiden Sukarno memerintahkan penghapusan trem karena dianggap tidak cocok lagi untuk kota sebesar Jakarta. Trem pun digantikan bus-bus besar. Untuk transportasi jarak dekat, ada oplet dan becak. Ada pula bemo yang mulai dipakai sejak tahun 1962. Tahun 1970-an, muncul helicak dan bajaj. Meski sudah dilarang beroperasi, kita masih bisa menemukan beberapa jenis alat transportasi ini.
Saat ini, alat transportasi darat yang biasa dimanfaatkan masyarakat adalah bus dan kereta listrik. Pemerintah pun berusaha mengembangkan transportasi massal yang modern dan murah seperti bus TransJakarta. Di masa depan, rencananya, akan ada monorel yang lebih cepat dan canggih. Meski sarana transportasi sudah semakin canggih, alat transportasi tradisional seperti andong atau delman masih banyak kita temui. Misalnya, di Yogyakarta.

3.      Transpostasi Udara
Sejarah transportasi udara di Indonesia terkait dengan sejarah kemerdekaan. Untuk kemudahan transportasi, pada 1948, mantan presiden Soekarno membeli dua pesawat tipe DC-3 dari Singapura. Pembelian pesawat tersebut didanai para pengusaha asal Aceh. Wilayah Aceh kala itu merupakan bagian Indonesia yang belum tersentuh Belanda.
Sebagai bentuk penghargaan kepada Aceh, dua pesawat tersebut dinamai RI-001 Seulawah Agam dan RI-002 Seulawah Inong. Pesawat tersebut melakukan penerbangan pertama pada 26 Januari 1949 dengan rute penerbangan Calcutta-Rangoon. Kedua pesawat tersebut menjadi cikal bakal perusahaan penerbangan pertama tanah air yaitu Garuda Indonesia.
Industri penerbangan nasional dirintis tahun 1946 di Yogyakarta oleh tim Angkatan Udara Republik Indonesia yang dipelopori Wiweko Soepono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan J. Sumarsono. Salah satu hasil rancangannya adalah pesawat Si Kumbang yang melakukan penerbangan pertama pada 1 Agustus 1954.
Pada 26 April 1976 industri pesawat terbang itu berkembang menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) yang didirikan dengan DR. B.J. Habibie. Salah satu hasil karya IPTN adalah prototipe pesawat turbo N-250 yang pertama kali terbang selama 55 menit, pada 10 Agustus 1995. Namun industri pesawat terbang ini harus berhenti karena kekurangan dana akibt krisis moneter pada 1997.

C.      Kondisi Transportasi di Indonesia
1.    Transportasi Darat
a.    Bidang Lalu lintas dan Angkutan Jalan
a.1 Prasarana
a)    Jaringan Jalan
Total panjang jalan di Indonesia adalah 330.495 km yang terdiri atas jalan nasional, jalan kabupaten, jalan kota dengan kondisi 23,6 % baik, 37,1 % sedang, 33,6% rusak ringan dan 15,8% rusak berat.
Berikut ini adalah tabel mengenai kondisi jalan di Indonesia:
Tabel Kondisi Jalan
Jenis Jalan
Panjang (km)
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
Jalan Nasional
26,866
64,3%
24,0%
6,9%
4,8%
Jalan Propinsi
37,164
34,1%
32,1%
16,9%
16,9%
Jalan Kabupaten
240,948
19.0%
34,0%
29,5%
18,5%
Jalan Kota
25,518
9,0%
67,0%
4,0%
0,0%
Total
330,495
23,6%
37,1%
23,6%
15,8%

b)   Terminal
Jumlah terminal type A yang ada di Indonesia saat ini berjumlah sebanyak 112 buah, sedangkan untuk type B dan C adalah sebanyak 270 buah terminal.
c)    Jembatan timbang
Jumlah jembatan timbang yang ada di Indonesia hingga tahun 2004 mencapai 127 buah.

a.2  Sarana
a)  Jumlah Kendaraan bermotor yang ada di Indonesia Hingga tahun 2005 adalah sebanyak 47.664.826 buah untuk mobil penumpang berjumlah 7.484.175  buah, mobil beban 4.573.664 buah, bus 2.413.711 dan sepeda motor sebanyak 33.193.076 buah.
Tabel Perkembangan Kendaraan Bermotor
Jumlah Ranmor
TAHUN
2001
2002
2003
2004
2005
M. Penumpang
3.361.807
3.862.579
5.133.742
6.743.762
7.484.175
M. Jalan
1.759.747
2.015.347
3.058.218
4.260.889
4.573.864
M. Bus
687.570
731.990
1.270.029
2.013.378
2.413.711
Spd Motor
15.492.148
18.061.414
23.312.945
28.963.987
33.193.076
Jumlah
21.301.272
24.671.330
32.774.934
41.982.016
47.664.826

b)        Perkembangan jumlah bus AKAP di Indonesia hingga akhir tahun mengalami penurunan disbanding tahun 2004 yaitu 19.363 buah menjadi 19.253 buah pada tahun 2005.
c)        Jumlah angkutan pariwisata pada akhir tahun 2005 sebanyak 495 PO dengan jumlah bus sebanyak 7286 buah.
b.        Lalu Lintas
1)   Hasil  estimasi O/D perjalanan 2001 diketahui jumlah perjalanan penumpang transportasi darat antara kabupaten/kota seluruh Indonesia yang terjadi dalam 1 tahun diperkirakan sebanyak 3,8 milyar perjalanan. Dari jumlah tersebut, perjalana dalam pulau  Jawa mendominasi sebesar 2,8 milyar perjalanan. Sedangkan untuk perjalanan penumpang antar propinsi (di luar Perjalanan Internal propinsi) adalah sebesar 1,2 milyar perjalanan/tahun.
2)   Situasi dengan angkutan barang juga hampir sama, yaitu perjalanan darat antara kabupaten/kota secara keseluruhan sebesar 2,4 milyar ton/tahun yang didominasi oleh perjalanan di dalam pulau jawa sebesar 1,8 milyar ton atau 75%. Sedangkan perjalanan barang antar propinsi (di luar perjalanan internal propinsi) sebesar 637 juta ton/tahun.

2.    Bidang angkutan, sungai, danau dan penyeberangan
a.    Prasarana
1)   Alur Pelayaran Sungai, Danau
Jumlah alur pelayaran sungai, danau yang ada di Indonesia sebanyak 214 buah dengan total panjang 34.342 km yang bisa dilayari navigasi 23.255 km untuk sungai. Danau sebanyak 27 buah dengan luas total 3.737 km2.
2)      Lintas penyeberangan
Jumlah lintas penyeberangan yang telah ditetapkan dengan KM Menteri Perhubungan sampai dengan 2005 sebagaimana terakhir ditetapkan dalam KM perhubungan No.38 tahun 2005 sebanyak 182 lintas.
3)      Lintasan Komersil
Jumlah lintasan komersil sebanyak 36 lintas.
4)      Lintas Perintis yang di subsidi
Lintas penyeberangan yang disubsidi tahun 2005 terdiri dari 65 lintas penyeberangan (57 lintas dalam propinsi dan 8 lintas antar propinsi).
5)   Pelabuahan
Jumlah pelabuhan penyeberangan di Indonesia pada tahun 2005 sebanyak 128 buah.
b.   Sarana
1)   Jumlah kapal SDP yang beroperasi
Jumlah kapal SDP yang beroperasi pada tahun 2005 sebanyak 191 kapal terdiri dari kapal ro-ro 168 unit, kapal LCT 4 unit, kapal cepat penumpang 14 unit dan truk air sebnayk 99 unit.
2)   Jumlah kapal berdasarkan kepemilikan (tahun 2005)
PT.ASDP persero sebanyak 90 unit, kerjasama PT.ASDP dengan swasta sebanyak 2 unit dan swasta sebanyak 99 unit.
c.    Lalu lintas
1)   Produksi penumpang ASDP
Produksi ASDP selama tahun 2004 mengalami kenaikan jika dibanding dengan tahun 2003. Untuk angkutan penumpang jumlah produksinya sebesar 39.053.054 orang dibanding tahun 2003 sebesar 37.649.113 orang.
2)      Produksi angkutan kendaraan R-4
Produksi angkutan kendaraan R-4 tahun 2004 adalah sebesar 5.986.634
3)      Produksi angkutan barang
Produksi angkutan barang tahun 2004 sebesar 18.245.704 ton.

3.    Transportasi Udara
                             Moda transportasi udara mempunyai karakteristik kecepatan yang tinggi dan dapat melakukan penetrasi sampai keseluruh wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh moda transportasi lain. Perkembangan industri angkutan udara nasional, Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah yang ada sebagai suatu negara kepulauan. Oleh karena itu, Angkutan udara mempunyai peranan penting dalam memperkokoh kehidupan berpolitik, pengembangan ekonomi, sosial budaya dan keamanan & pertahanan. Merupakan bagian dari subsistem transportasi udara, kebijakan umum angkutan udara diarahkan untuk mewujudkan terselenggaranya angkutan udara secara selamat, aman, cepat, efisien, teratur, nyaman, dan mampu berperan dalam rangka menunjang dan mendukung sektor-sektor pembangunan lainnya.
Perkembangan Pengaturan Kegiatan Angkutan Udara Dalam Negeri
            Sampai dengan tahun 1990 kebijakan investasi dibidang angkutan udara sifatnya tertutup dan memberikan peluang yang terbatas terhadap para pengusaha. Kondisi ini dikarenakan pemerintah menerapkan dalam pemberian ijin penerbangan untuk angkutan udara niaga selama kurun waktu 5 tahun. Sedangkan untuk melayani penerbangan domestik dan internasional diperlukan waktu 16 tahun bagi perusahaan angkutan udara untuk dapat beroperasi.
Pada saat  itu dibatasi hanya terdapat 6 perusahaan penerbangan yang memiliki peluang untuk beroperasi, dimana daerah operasi, rute dan kapasitas diatur sangat ketat . Serta ditetapkannya kebijakan tarif tunggal yang memberikan kelonggaran terhadap perusahaan angkutan udara untuk menetapkan tarif lebih rendah 15% sampai dengan 20%, kecuali PT. Garuda Indonesia. Sedangkan sejak era 1990 sampai dengan era 1999, dimana pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi, perkembangan angkutan udara dalam negeri sangat terpuruk. Permintaan jasa angkutan udara sangat menurun drastis.
Pemerintah berupaya merangsang usaha angkutan udara dan memacu pertumbuhan penumpang. Diantaranya dengan menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan No.127 Tahun 1990. Selanjutnya pada tahun 2001, Menteri Perhubungan menerbitkan Keputusan  Menteri No. 11 Tahun 2001 yang merubah secara signifikan kebijakan nasional tentang industri angkutan udara. Dengan keputusan tersebut pemerintah merubah jenjang tahapan pemberian ijin yang diterbitkan untuk kegiatan angkutan udara niaga, yang meliputi daerah operasi, rute dan pengaturan kapasitas yang semakin terbuka. Namun demikian, kebijakan tariff tunggal tetap berlaku dengan mekanisme yang baru dimana mekanisme tersebut terbagi kedalam dua kategori yaitu pesawat jenis jet   dan non jet dimana Pemerintah menetapkan tarif dasar dan asosiasi penerbangan (INACA) menetapkan tarif jarak.
Pada tahun 1999, pemerintah menetapkan kebijakan dasar biaya tariff dasar untuk penerbangan berjadwal, sedangkan INACA sebagai wakil dari perusahaan angkutan udara menetapkan tarif jarak. Peristiwa tersebut secara tidak langsung menjadi titik balik perkembangan industri angkutan udara nasional. Pada saat itu banyak Sedangkan pada tahun 2001, tragedi peristiwa pemboman WTC pada tanggal 9 Nopember 2001 cukup mempengaruhi perkembangan dunia penerbangan serta kondisi di Indonesia.  pesawat udara yang tidak dioperasikan oleh perusahaan Amerika dan Eropa karena kondisi yang sulit. Melihat kondisi yang ada, pemerintah mulai merelaksasi kebijakan dalam proses pengadaan (import) armada yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan nasional
                             Pada tahun 2002 terjadi perubahan kebijakan pertarifan yaitu pemerintah hanya menetapkan tarif dasar dan tarif jarak sehingga wewenang asosiasi penerbangan dalam hal ini INACA dicabut.

4.         Transportasi Laut
a.     Kebutuhan kapal
Dominasi pelayaran asing terlihat dari muatan kapal asing yang mengangkut muatan luar negeri (ekspor/impor), yakni menguasai muatan sebanyak 92,5 persen (322,5 juta M/T). Adapun muatan dalam negeri, kapal asing menguasai 50 persen dari seluruh angkutan total barang (89,8 juta M/T). Hal ini berarti perusahaan pelayaran nasional kebanyakan hanya menjadi agen dari kapal-kapal pelayaran asing. Dampaknya adalah bangsa Indonesia tidak memiliki otoritas untuk menekan sumber inefisiensi dalam transportasi laut.
Dalam salah satu hasil riset, yang dipublikasikan Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai (Iperindo) pada September 2003, terungkap untuk mengoptimalkan peran armada nasional dalam memanfaatkan potensi muatan laut domestik diperlukan penambahan 50-60 unit kapal baru per tahun. Sementara riset Asosiasi Pelayaran Niaga Indonesia (INSA), yang dipublikasikan Oktober 2003, memperkirakan pada 2020 RI membutuhkan armada kapal dengan total volume 45 juta ton bobot mati (DWT) untuk melayani sekitar 370 juta ton muatan laut domestik dan 550 juta ton muatan laut internasional. Sedangkan pada 2010, menurut INSA, dibutuhkan 20 juta DWT armada kapal untuk mengangkut muatan laut domestik 250 juta ton dan 450 juta ton muatan laut internasional.
Pada saat itu total muatan angkutan laut tercatat 552,6 juta ton, yang terdiri atas 149,9 juta ton muatan internasional dan 412,7 juta muatan domestik.
Ironisnya, armada nasional hanya mampu meraih 22,48 juta ton atau 5,45% dari total potensi muatan internasional, sementara kapal asing menguasai 390,25 juta ton atau 94,55%. Untuk potensi muatan domestik, armada nasional hanya meraih 89,9 juta ton atau 59,99%, sedangkan armada asing menggasak 59 juta ton atau 40,01%. Sementara menurut INSA, pada 2001 anggotanya tercatat 935 perusahaan dengan total armada 3.092 unit kapal atau 4,22 juta DWT. Saat itu tercatat 121 unit kapal samudera atau 1,078 juta DWT, sehingga hanya mampu melayani 22,5 juta ton muatan laut internasional atau sekitar 5,5% dari total muatan angkutan luar negeri. Selama tiga tahun terakhir kemampuan armada nasional dalam mengambil potensi muatan domestik belum beranjak dari 60%, sedangkan muatan internasional paling tinggi 6%.
b.    Pengelolaan Pelabuhan
Rendahnya kualitas pelayanan di pelabuhan tidak terlepas dari kesalahan sistem pengelolaan kepelabuhanan yang sentralistik, monopolistik dan tidak efisien. Peran pemerintah yang seharusnya sebagai regulator, dalam kenyataannya masih diwarnai oleh kepentingan satu badan usaha (PT Pelindo). Pencampuradukan fungsi ini telah menyebabkan tersendatnya perkembangan kepelabuhanan, dan menghambat usaha untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.
Oleh karena itu, deregulasi kepelabuhanan yang akomodatif dan mengarah kepada restrukturisasi tatanan kepelabuhanan seharusnya menjadi bahan pertimbangan utama untuk memperbaiki pengelolaan kepelabuhanan di Indonesia. Deregulasi dan restrukturisasi tatanan kepelabuhanan harus diarahkan untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dalam kepengusahaan ekonomi di pelabuhan sehingga dapat menarik minat investor, baik asing maupun domestik, untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Iklim persaingan usaha yang sehat akan mampu mewujudkan layanan kepelabuhanan yang modern dan berdaya saing global. Masuknya investasi akan menyebabkan terjadinya modernisasi fasilitas pelabuhan dan peningkatan kualitas kinerja pelayanan kepelabuhanan serta memberikan efek berantai (multiplier effect) pada sektor lain, sehingga harapan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi akan dapat dicapai.
Contoh kasus Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan yang menangani sekitar 60% barang ekspor-impor Indonesia atau dengan transaksi Rp70 miliar hingga Rp80 miliar per hari kini dituntut kian efisien. Asumsi angka itu diperoleh dengan angka bea masuk per barang dipukul rata berkisar 15% hingga 20%, sedangkan target per tahun pencapaian bea masuk melalui Priok Rp5 triliun hingga Rp6 triliun per tahun. Kinerja dan pelayanan bongkar muat di Priok dipaksa berpacu dengan pasar yang semakin hari samakin mengkrucut, karena di saat era AFTA 2003 arus barang cenderung menurun. Atau sejak 2000 hingga kini menunjukkan penurunan ekspor-impor 6%-8% setiap tahunnya.




D.      Masalah dan Hambatan Transportasi di Indonesia
1.         Fasilitas yang kurang memadai
Seperti data yang sudah dipaparkan pada sub bab diatas, terlihat bahwa fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh Negara untuk transportasi dirasa masih kurang jika melihat banykanya masyarakat yang memanfaatkan transporatsi dalam aktifitas mereka sehari-hari.
2.         Faktor Keamanan
Masalah transportasi di Indonesia tidak pernah lepas dari masalah keamanan. Akhir-akhir ini kita sering mendengar dari media informasi banyaknya kejahatan yang terjadi pada sarana-sarana transportasi seperti perampokan, pelecehan seksual dll. Hal ini akan berakibat kepercayaan masyarakat menggunakan moda transportasi umum akan menurun dengan adanya factor keamanan yang kurang menjamin.
3.         Tarif yang kurang terjangkau masyarakat bawah
Mahalnya tarif  transportasi di indonesia menyebabkan masyarakat harus berpikir dua kali untuk mengunakan moda transportasi tersebut. Jadi tak heran banyak dari masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadinya untuk beraktifitas dibanding menggunakan transportasi umum. Jika terjadi seperti ini maka akan terjadi penumpukan kendaraan dijalan karena tidak sebandingnya kendaraan yang ada dengan jumlah fasilitas yang disediakan.
4.         Sarana dan Prasarana yang kurang baik
Buruk dan minimnya sarana-prasarana yang ada di dunia transportasi sudah menjadi rahasia umum. Hal inilah yang menjadi penyebab banyak terjadinya kecelakaan baik itu di darat, laut, maupun udara. Di darat misalnya banyak fasilitas jalan raya yang kondisinya sudah rusak sehingga bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas. di laut, banyak terjadi kebocoran-kebocoran pada kapal yang menyebabkan hilangnya keseimbangan dari kapal tersebut. Ataupun di udara banyak terjadi pesawat-pesawat terbang yang hilang kendali karena buruknya fasilitas yang kurang memadai dari pesawat tersebut.
5.         Kurangnya pengawasan Pemerintah
Terbatasnya pengawasan pemerintah terhadap moda transportasi yang beredar, menyebabkan banyak pemilik dari moda transportasi tersebut se enak mereka sendiri dalam mengoperasikan moda transportasi tersebut . padahal banyak dijumpai di sekitar kita banyak angkutan-angkutan umum yang seharusnya sudah tidak layak jalan tetapi karena kebutuhan ekonomi yang mendesak mereka tetap mengoperasikan angkutan tersebut. imbasnya kembali lagi kepada keselamatan masyarakat yang terancam. Disinilah peran pemerintah untuk memberi perhatian lebih terhadap moda transportasi, untuk menyeleksi angkutan-angkutan mana saja yang memenuhi prosedur layak jalan agar nantinya masyarakat yang menggunakan transportasi tersebut bisa merasa aman dan nyaman.

E.       Kebijakan dan Strategi Pelayanan pemerintah dalam pelayanan transportasi
1.         Kebijakan dan Strategi Pelayanan pemerintah dalam transportasi darat
a.       Mendorong penggunaan angkutan massal untuk mengantikan kendaraan pribadi sebagai pelaksana pembatasan pribadi.
b.      Mendorong penyusunan standar kompetensi untuk SDM transportasi darat.
c.       Mendorong pengunaan teknologi dalam pengembangan transportasi darat di wilayah rawan bencana.
d.      Mendorong daerah untuk menyusun perencanaan transportasi darat yang sinergis dengan rencana transportasi nasional sehingga mampu mengatasi  permasalahan transportasi di daerahnya.
e.       Mendorong dan memfasilitasi perubahan tata niaga transportasi darat menuju system tender trayek.
f.       Menyusun regulasi yang memberikan kepastian dan ketetapan hukum tata niaga transportai.
2.      Kebijakan Operasional Transportasi Darat
a.      Lalu Lintas Angkutan Jalan
1)      Peningkatan kondisi sarana dan prasarana transportasi jalan.
2)      Peningkatan keselamatan dan kelancaran transportasi jalan.
3)      Peningkatan kinerja peraturan dan kelembagaan pembinaa teknis.
4)      Peningkatan profesionalitas SDM
5)      Penetapan lintas strategis untuk mengakomodasi kelancaran mobilitas angkutan barang dan jasa di jalan nasional
b.      Lalu Lintas Angkutan sungai, danau dan penyeberangan (SDP)
1)      Peningkatan keamanan dan keselamatan pelayaran transportasi SDP.
2)      Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi SDP yang menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia.
3)      Meningkatakan daya saing pelayanan transportasi SDP sehingga mampu berkompetisi dengan moda lainya.
4)      Pertumbuhan pembangunan transportasi darat yang merata dan berkelanjutan.
5)      Peningktan perkembangan tata niaga dan industri transportasi SDP yang transparan dan akuntabel.

3.      Kebijakan dan Strategi Pelayanan pemerintah dalam transportasi Udara
a.       Kebijakan Angkutan Udara Dalam Negeri :
1)        Rute penerbangan dalam negeri dapat menghubungkan dan menjangkau seluruh wilayah Republik Indonesia yang terdiri dari rute utama, rute pengumpan dan rute perintis.
2)        Memperhatikan aspek pemerataan pelayanan di seluruh wilayah, dengan menerapkan prinsip subsidi silang (keseimbangan rute) yaitu perusahaan penerbangan selain menerbangi rute sangat padat dan padat juga menerbangi rute kurang padat dan tidak padat.
3)        Menerapkan Multi Airlines System dimana satu rute penerbangan dilayani lebih dari satu perusahaan penerbangan untuk menciptakan iklim usaha yang berkompetisi secara sehat dan kondusif.
4)        Memperhatikan keterpaduan antar rute penerbangan dalam negeri atau rute penerbangan dalam negeri dengan rute penerbangan luar negeri.
5)        Mendukung  iklim usaha terhadap Pemegang Ijin usaha kegiatan angkutan udara niaga dan bukan niaga, pada situasi tertentu, untuk dapat melayani rute – rute tertentu yang tidak dilayani oleh angkutan udara niaga berjadwal guna mendukung iklim usaha yang kondusif dan kegiatan penduduk setempat.



b. Kebijakan Persetujuan Terbang (Flight Approval) :
1.   Persetujuan Terbang (flight approval) merupakan persetujuan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara kepada pemegang izin usaha angkutan udara niaga atau pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga atau badan hukum/ perorangan asing berdasarkan izin khusus dari pemerintah atau perjanjian bilateral/ multilatera dalam rangka pengawasan kapasitas angkutan udara dan hak angkut (traffic rights).
2.      Sesuai dengan semangat otonomi daerah tentang pelimpahan wewenang kepada daerah, dimungkinkan persetujuan terbang (flight approval) diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Propinsi untuk pesawat di atas 30 tempat duduk, penerbangan dalam propinsi dan bersifat tidak berjadwal
3.      Persetujuan Terbang (flight approval) yang telah diberikan tidak membebaskan pemegang persetujuan terbang (flight approval) dari pelaksanaan setiap peraturan teknis operasi, keamanan dan keselamatan penerbangan.
c.       Kebijakan Pengadaan Pesawat Terbang dan Halikopter :
Perusahaan angkutan udara yang telah memiliki izin usaha angkutan udara niaga baik berjadwal atau tidak berjadwal dan Instansi pemerintah, Badan Hukum Indonesia, Lembaga-lembaga tertentu atau perorangan WNI yang telah mendapatkan izin kegiatan angkutan bukan niaga dapat mengajukan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara permohonan pengadaan pesawat terbang dan helikopter. Pertimbangan pemberian izin pengadaan pesawat terbang dan helikopter apabila telah dipenuhinya persyaratkan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan  nomor KM 82 tahun 2004 dan Keputusan Menteri Perhubungan  nomor KM 5 tahun 2006. Disamping pertimbangan sesuai rencana operasi dan ekonomis, pengadaan pesawat yang akan dioperasikan di Indonesia memperhatikan pemenuhan standar kelaikan dan keselamatan penerbangan.
d.      Kebijakan Keperintisan :
Angkutan udara perintis adalah angkutan udara niaga yang melayani jaringan dan rute penerbangan perintis secara berjadwal. Rute dapat dikatakan sebagai rute perintis apabila memenuhi kriteria :
1.   Menghubungkan daerah terpencil, dimana daerah tersebut tidak ada moda transportasi lain, dan/ atau kapasitas kurang memadai.
2.   Mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah terpencil, dimana daerah tersebut berpotensi untuk dikembangkan, menunjang program pengembangan dan pembangunan daerah, serta mendorong perkembangan sektor lainnya.
3.   Mewujudkan stabilitas pertahanan, dimana daerah tersebut berdekatan dengan wilayah perbatasan negara lain.

4.        Kebijakan dan Strategi Pelayanan Pemerintah dalam Transportasi Laut
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: UK.11/15/15/ DJPL-06 tentang Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan Transportasi laut 2005 – 2024, penyelenggaraan transportasi laut berpedoman pada kebijakan-kebijakan berikut:
a.    Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut Nasional;
b.    Meningkatnya Keselamatan dan Keamanan dalam Penyelenggaraan Transportasi      Laut Nasional;
c.     Meningkatnya Pembinaan Pengusahaan Transportasi Laut;
d.    Meningkatnya Kualitas Sumber Daya Manusia serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Bidang Transportasi Laut;
e.   Meningkatnya Pemeliharaan dan Kualitas Lingkungan Hidup serta Penghematan               Energi di Bidang Transportasi Laut;
f.   Meningkatnya Penyediaan Dana Pembangunan Transportasi Laut;
g.   Meningkatnya Kualitas Administrasi Negara pada Sub Sektor Transportasi Laut.
Untuk mengimplementasikan kebijakan penyelenggaraan transportasi laut tersebut, maka Pemerintah menetapkan berbagai strategi nasional sebagai berikut.

1)      Strategi Nasional Bidang Angkutan Laut
1.     Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut Nasional, melalui:
a.    Peningkatan Kualitas Pelayanan
b.    Peningkatan Peranan Transportasi Laut terhadap Pengembangan dan Peningkatan Daya  Saing Sektor Lain.
c.    Peningkatan dan Pengembangan Sektor Transportasi sebagai Urat Nadi Penyelenggaraan Sistem Logistik Nasional
d.     Penyeimbangan Peranan BUMN, BUMD, Swasta dan Koperasi
e.     Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang Ada
f.      Pengembangan Kapasitas Transportasi Laut
g.     Peningkatan Pelayanan pada Daerah Tertinggal
h.     Peningkatan Pelayanan untuk Kelompok Masyarakat Tertentu
i.      Peningkatan Pelayanan pada Keadaan Darurat

2.     Meningkatnya Pembinaan Pengusahaan Transportasi Laut, melalui:
a.     Peningkatan Efisiensi dan Daya saing
b.     Penyederhanaan Perijinan dan Deregulasi
c.     Peningkatan Standarisasi Pelayanan dan Teknologi
d.     Peningkatan Penerimaan dan Pengurangan Subsidi
e.     Peningkatan Aksesibilitas Perusahaan Nasional Transportasi ke Luar Negeri
f.      Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Perusahaan Jasa TransportasiLaut.
g.     Pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
3.    Meningkatnya Penghematan Penggunaan Energi di Bidang Transportasi Laut, melalui:
a.     Mengkoordinasikan kebijakan program sektor energi dengan sector transportasi laut.
b.    Mengembangkan secara terus menerus sarana transportasi laut yang lebih hemat bahan bakar.
2)      Strategi Nasional Bidang Kepelabuhanan
1.     Meningkatnya Pelayanan Kepelabuhanan Nasional, melalui:
a.     Peningkatan Kualitas Pelayanan
b.     Penyeimbangan Peranan BUMN, BUMD, Swasta dan Koperasi
c.     Perawatan Prasarana Transportasi Laut
d.     Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang ada
e.     Keterpaduan Antarmoda
f.      Pengembangan Kapasitas Pelabuhan
g.     Peningkatan Pelayanan pada Daerah Tertinggal
h.     Peningkatan Pelayanan untuk Kelompok Masyarakat Tertentu
i.      Peningkatan Pelayanan pada Keadaan Darurat
2.   Meningkatnya Pembinaan Pengusahaan Pelabuhan, melalui:
a.     Peningkatan Efisiensi dan Daya Saing
b.     Penyederhanaan Perijinan dan Deregulasi
c.     Peningkatan Standarisasi Pelayanan dan Teknologi
d.     Pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
3)      Strategi Nasional Bidang Keselamatan Pelayaran
1.    Meningkatnya Pelayanan Keselamatan Pelayaran, melalui:
a.     Perawatan Sarana dan Prasarana Keselamatan Pelayaran
b.     Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang ada
c.     Pengembangan Kapasitas
2.    Meningkatnya Keselamatan dan Keamanan Transportasi Laut, melalui:
a.     Peningkatan Keselamatan Transportasi Laut
b.     Peningkatan Keamanan Transportasi Laut
3.    Meningkatnya Pemeliharaan dan Kualitas Lingkungan Hidup serta Penghematan Penggunaan Energi di Bidang Transportasi Laut, melalui:
a.     Peningkatan Proteksi Kualitas Lingkungan
b.     Peningkatan Kesadaran Terhadap Ancaman Tumpahan Minyak
4)  Strategi Nasional Bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia
1.     Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut Nasional, melalui:
a.    Peningkatan Keterpaduan Pengembangan Transportasi Laut melalui Tatranas, Tatrawil dan Tatralok.
b.    Memperjelas dan mengharmonisasikan peran masing-masing instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang terlibat bidang pengaturan, administrasi dan penegakan hukum, berdasarkan azas dekonsentrasi dan desentralisasi.
c.    Menentukan bentuk koordinasi dan konsultasi termasuk mekanisme hubungan kerja antar instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah antara penyelenggara dan pemakai jasa transportasi laut.
d.   Meningkatkan keterpaduan perencanaan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam berbagai aspek.
2.     Meningkatnya Kualitas Sumber Daya Manusia, serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Bidang Transportasi Laut, melalui:
a.    Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Laut
b.    Peningkatan Kepedulian Masyarakat Terhadap Peraturan Perundangan Transportasi Laut.
3.         Meningkatnya Penyediaan Dana Pembangunan Transportasi Laut, melalui:
a.     Peningkatan Penerimaan dari Pemakai Jasa Transportasi Laut
b.     Peningkatan Anggaran Pembangunan Nasional dan Daerah
c.     Peningkatan Partisipasi Swasta dan Koperasi
d.     Pemanfaatan Hibah/Bantuan Luar Negeri untuk Program-ProgramTertentu
4. Meningkatnya Kualitas Administrasi Negara di Sektor Transportasi Laut,melalui:
a.     Penerapan Manajemen Modern
b.     Pengembangan Data dan Perencanaan Transportasi
c.     Peningkatan Struktur Organisasi
d.    Peningkatan Sumber Daya Manusia
e.     Peningkatan Sistem Pemotivasian
f.     Peningkatan Sistem Pengawasan


BAB III
KESIMPULAN
Kemajuan suatu Negara dapat dilihat dari transportasi yang ada di Negara tersebut baik itu dari saran dan prasarananya ataupun pengelola dan pihak-pihak yang terkait. Awal mula transportasi dikenal oleh masyarakat Indonesia itu yang pertama adalah transportasi angkutan air. Karena Indonesia adalah Negara bahari maka perahu dan kapal adalah sarana yang paling penting sejak awal peradaban nusantara. Kemudian berkembang lagi yaitu adanya transportasi darat yang berkembang di pulau jawa sejak abad ke-4 diamana pulau jawa sebagi pusat perdaban awal nusantara. Setelah itu berkembang lagi adanya transportasi udara yang ketika itu populer karena mantan presiden soekarno yang membeli dua tipe pesawat dari singapura.
Pada dasarnya transportasi itu memiliki penegertian yaitu pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Dimana manfaatnya sendiri yaitu untuk mempermudah aktifitas manusia dalam kegiatan sehari-harinya.
 Pada era saat ini kemajuan transportasi sangatlah pesat seiring dengan kemajuan-kemajuan teknologi yang dapat digunakan  dalam transportasi tersebut. akan tetapi kemajuan transportasi hanya berlaku pada sebagian moda transportasi saja. Masih banyak moda transportasi yang masih jauh dari kata layak untuk beroperasi sebagi moda transportasi umum. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masalah dalam transportasi. Selain masalah itu ada diantaranya yaitu fasilitas yang kurang memadai, kuragnya factor keamanan, tarif yang terjangkau. Sarana dan prasaran yang kurang baik dan yang terpenting disini adalah kurangnya pengawasan pemerintah. Untuk meminimalisir dari kurangnya pengawasan tersebut, pemerintah dari masing-masing ditjen baik itu ditjen perhubungan darat, laut, maupun ditjen perhubungan udara sudah merancang kebijakan-kebijakan dan strategi yang nantinya dapat digunakan agar transportasi di inidonesia bisa lebih baik lagi seperti yang diharapkan oleh kebnanyakan masyarakat.


Daftar Pustaka
dishubllaj.jatimprov.info/index.php?option=com_content
hubdat.web.id/...pelayanan...transportasi-darat...transportasi.../downl.
hubdat.web.id/spesial-konten/dokumen-publikasi/5.../download